Langsung ke konten utama

Senyuman Musim Semi



Hapuskan semua asa, tak akan ada lagi tangis, tak ada gundah. Setangkai sakura membuat semuanya berevolusi.  Ku tembus medan itu, tak ku lepas sebutir pasir. Disinilah aku berdiri, kan menggenggam dunia. Karena dirimu aku bermimpi, karena dirimu aku berharap. Dan Karena itu, ku percaya akan keajaiban …”

BY 
Laras Hawaning Kinasih







  
Senyuman Musim Semi
            Derai keringat membasahi sekujur tubuhnya yang mungil. Wajah dan kulit yang semula putih, kini memerah merona karena matahari. Celoteh tak kunjung reda, lengkap sudah penderitaan seorang siswa baru di masa MOS. Rica Rechahel, siswa kelas X baru yang sedang melakukan MOS bersama teman-teman sebayanya di SMA Indonesia International High School Bandung. Gadis dengan postur yang ideal, berambut panjang, hitam, dan lurus yang memiliki kulit putih dan bola mata yang sangat indah, menjadi pelengkap kecantikannya. Kini ia harus melalui masa-masa untuk menguji kesiapan mental memasuki masa SMA. Dia sikapi keadaan ini dengan tegas dan semangat.
“kak, saya.. .sa..ya Oc..Ocha … sudah se..le..saai kak la.rih..nyah.. “ ucapnya mendekati Silvi anggota osis siswa kelas IIXmodel1 dengan nada tersengal-sengal, serasa nafasnya berhenti sejenak, sehingga untuk mengeluarkan kata-kata pun menjadi sangat sulit. Tubuhnya serasa seperti sedang mandi air panas, keringatnya terasa panas di sekujur tubuhnya.
Silvi memandang Ocha dari ujung kaki hingga ujung rambut.
“Siapa nama lo?!” ujarnya.
“Oc…Oc.. arrg, Oc..cha kak.” Jawabnya tersenggal.
“LENGKAP!” bentaknya  sembari berdiri. Sontak Ocha terkejut mendengar bentakannya, seketika itu dia menjawab dengan tegas dan jelas.
“Rica Rechahel kaaaak!” teriaknya sembari berdiri tegap.
“gitu dong, jangan sok lemes!” ujarnya sembari mendorong bahu Ocha.
“maaf kak.” Ucap Ocha sembari menunduk.
“eh, jangan anggap lo bisa seenaknya setelah masuk sini. Barusan, lo udah buat kesalahan, mau hukuman tambahan lagi?” tanya Nora sahabat Silvi.
“eng, enggak kak.”
“yang teges dong OCHA!” lanjutnya.
“ENGGAK KAK!”
“ok, sekarang lo beliin kita minuman deh, haus nih!”
“iya kak.” Ujar Ocha. Beberapa detik kemudian..
“kok lo masih diem sih?!” sambar Silvi.
“uangnya kak?!”
“aduh, ya pakek uang lo lha. Gimana sih, kan gue mintanya lo yang ngebeliin!”
“tapi kak..”
“jangan ngebantah!” bentaknya. Ocha pun melangkahkan kakinya menuju kantin dengan setengah ikhlas. Cuaca yang panas, membuat ia semakin lelah hari ini. beberapa menit kemudian ia kembali dengan sekantung plastik air mineral.
“ini kak minumannya.” Ujarnya pada Silvi dan teman-temannya.
“ih makasih banget, tapi sayangnya kita udah nggak kehausan tuh. Jadi sorry yah, lo minum sendiri aja deh.” “hahahhahaha” ujar Silvi diikuti tawanya. Lalu mereka berlalu meninggalkan tempat Ocha berdiri, mereka berhasil membuat Ocha kepanasan, jengkel, dan marah. Tapi amarah itu selalu ia pendam. Ia tak ingin merusak suasana di sekolah ini.     
“Ocha, lo nggak papa?” tanya Naya yang menghampirinya.
“nggak, aku nggak papa kok Nay, eh ya ni minuman, kita minum yuk.” Sahut Ocha menghilangkan kejengkelannya. Bel istirahat berbunyi, mereka telusuri koridor demi koridor dengan canda tawa. Celotehan lucu muncul dari bibir Ocha, hingga ia tak sengaja menabrak seorang cowo bertubuh tinggi, dengan style-nya berambut ala Korea yang keren ‘macho’ dan cakep, yang bejalan bersama kedua temannya.
‘BRAAKK’  secangkir soft drink di tangan cowo itu jatuh dan membasahi tubuhnya.
“maaf, maaf gue gak sengaja. maafin gue!” ujar Ocha meminta maaf sembari menundukkan kepalanya.
“eh,ati-ati dong kalo jalan! Jalan itu pakek mata! Liat nih basah deh jadinya!” ucapnya marah.
“iyya, sekali lagi gue minta maaf. Maaf, banget! Gue anak kelas X baru disini, jadi gue gak mau cari masalah.” Ucapnya memohon.
“Woii! gue punya mata, ya gue tahu lah orang lo masih pakek seragam SMP gini!”  Spontan, cowo itu menarik pergelangan tangan Ocha dan menyeretnya pergi.
“Ayo ikut gue!! Ram, ka, cabut!” perintahnya. Semua mata memandang dengan miris, mereka berfikir Ocha akan dibuat sama dengan anak-anak yang lain. Seperti Silvi yang ngejar-ngejar Arga dikerjain cuman gara gara gak sengaja duduk di bangku kantin yang biasa Arga duduki . Dan Risa cewe cupu yang dikerjain habis-habisan gara-gara berani nembak dia lewat surat.
Spontan, Ocha terkejut dan meronta.
“kak, lo mau bawa gue kemana? Maafin gue kak, gue nggak sengaja.” kata-kata itu tak ada yang di dengar Arga. Dia tetap terus berjalan. Dengan tergesa, ocha mengikuti langkah Arga yang panjang itu.
Ternyata mereka membawa Ocha dan Naya ke taman belakang sekolah, didekat waish taffle. Arga segera membuka kancing bajunya, dan melempar seragamnya tepat dimuka Ocha. Kini Arga hanya berbalut celana panjang dan kaos dalam putih miliknya. Postur tubuhnya yang macho kini tampak hanya dengan balutan kaos dalam putih.
“cepet cuci tuh seragam gue sampe bersih! Gue tunggu lo di bangku taman!” ujar Arga sembari melangkahkan kakinya.
“i..iya kak.” Ujar Ocha.
“aduh Cha, sini gue bantu. Padahal kita baru aja masuk sekolah, eh malah dibikin sengsara.” Ujar Naya.
“iya nih Nay.” Sahut Ocha.
Naya membantu Ocha membersihkan noda di seragam Arga hingga bersih. Ocha berjalan menuju tempat Arga dan memberikan seragam itu.
“Permisi, ini kak seragamnya.” Ujar Ocha. Arga menatap Ocha dari ujung kaki hingga unjung rambut. Dia menarik seragamnya dari tangan Ocha, lalu melemparnya ke tanah dan menginjaknya. Sontak Ocha terkejut.
“Lho, kak?!” ujar Ocha.
“lo nggak liat gue udah pakek seragam nih?”
“iya udah kak.” Jawab Ocha.
“yaudah ngapain lo bawa tuh baju ke gue?” tanyanya sembari bangkit dari duduknya dan menatap Ocha lekat-lekat. Namun Ocha hanya diam tertunduk.
“tapi tadi lo nyuruh gue buat nganterin nih baju kalo udah beres?!”
“trus, gue harus pakek baju double gitu? Mikir dong!” bentak Arga. “Ram,Ka!” lanjutnya memberi isyarat pada Rama dan Dika. Dengan panggilan itu, Rama dan Dika datang dengan sekantung tepung dan timba berisi air.
 “BYUUR” air itu berhasil mengguyur tubuh Ocha, dan tambahan tepung menjadikan tubuh Ocha lengket, seperti adonan pisang goreng. Dia terkejut, dia tak menyangka akan berakibat seperti ini. Air matanya yang keluar tak nampak lagi karena tertutup oleh air dan tepung. Tawa Arga dan teman-temannya meluap, beberapa bidikan gambar Ocha tertangkap jelas dikamera Dika. Melihat kejadian itu, Naya segera menghampiri Ocha dan merengkuhnya.
“Ocha!!” panggilnya.
 Untuk yang kali ini, Ocha tak kuasa menahan amarahnya. Telinganya terlalu panas untuk semua lelucon yang tak pantas ditertawakan ini. Dia bangkit dari pelukan Naya dan menatap mata Arga lekat-lekat. “Plaaak”, tamparan mendarat mulus tepa di pipi Arga. Sunyi, tak ada suara disekitar mereka, semua mata memandang miris.
“berani juga ya tuh anak kelas X.” ujar seseorang dari kerumunan siswa.
“Gini ya, cara lo memperlakukan seseorang? gue kan udah minta maaf, gue juga udah nurutin semua yang lo perintahin. Emang di sini lo siapa? Anaknya presiden? Anaknya konglomerat? Ato pemilik sekolah ini? Trus lo bisa seenaknya gitu sama semua orang! Inget kak, semua orang berhak bahagia. Nggak cuman lo yang bisa ngerasain di atas langit.” celoteh Ocha sembari berlalu dari tempat itu. Kata-kata Ocha membuat Arga tertegun, ia tak berkutik sedikitpun, beberapa detik kemudian membuat sebuah senyuman terbersit di bibir Arga.
“ga, berani juga tuh anak kelas satu.” Sahut Dika.
“heh, dia bakalan nyesel berurusan sama gue.”
“udah lah ka, lo juga sih yang salah.” Ujar Rama.
“gue nggak akan lepasin tuh cewe.” Sambarnya.
            Semua mata mengikuti langkah Ocha dan Naya, mereka salut dengan keberanian Ocha pada Arga sang pentolan sekolah. Biang masalah yang terjadi. Kejadian itu membuat kepala Ocha semakin pening. Ia bersihkan tubuhnya dari noda itu dengan perlahan. Tepung yang mengenai rambut dan bajunya, tidak dapat hilang dengan seketika. Mereka melangkah keluar dengan tubuh Ocha yang masih berbercak tepung.
“ih, liat deh ada cewe yang nggak tahu malu.” Celetuk Silvi yang lewat tepat di depan Ocha dan menghalangi jalannya. Seketika langkah Ocha dan Naya berhenti.
“maaf kak permisi.” Ucap Ocha.
“hebat lo ya.” Ujar Nora.
“maksud kakak?” tanya Ocha .
“yah lo hebat, di era MOS lo berani cari masalah sama senior lho.” Tambah Neza.
“maaf kak, saya nggak bermaksud seperti itu.” jawab Ocha tegas.
“TERUS MAKSUD LO APA?!” bentak Silvi. Sontak Ocha dan Naya terkejut.
“enggak ada maksud kok kak. Tadi cuman ada kesalahn dikit.” Sahut Naya.
“eh, lo diem ya, gue tanya ama temen lo yang nggak tahu malu ini! ” tandas Silvi.
“maaf kak, sekali lagi saya minta maaf, bukan maksud saya lancang tapi apa yang dikatakan Naya bener cuman ada kesalahn dikit, maaf kak kami permisi.” Ujar Ocha sembari menggandeng tangan Naya dan beranjak dari tempat itu.
“hey, lancang banget sih!!” sahut Silvi geram.
Ia telungkupkan kepalanya di atas bangku dalam-dalam. Semua anak kelas Xseni musik2 mengerumuni tempat Ocha dan Naya duduk. Mereka bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, tak satupun pertanyaan mereka terjawab. Naya dan Ocha tak mau membahas masalah itu sementara.
“Cha, lo beneran nggak papa?” tanya Naya. Ocha hanya mengangguk mendengar pertanyaan itu.
“Apa gue anterin pulang?” tanya Naya lagi.
“enggak usah Nay, gue nggak papa kok.” Ucapnya melirih.
Bel masuk berbunyi, semua anak kembali ke tempat duduknya masing-masing. Beberapa guru mulai memasuki kelas, mereka menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilakukan esok.
“ Untuk acara MOS cukup sampai disini, besok pelajaran sudah dimulai seperti biasa, jadi persiapkan diri kalian masing-masing untuk bermain dalam bidang yang kalian pilih.” Jelas salah satu guru. Senyuman Ocha kembali merekah, keinginan pertamanya hari ini memanglah segera pulang ke rumah. Ia lelah, ia rindu bunga sakura yang ia tinggal di kamarnya. Lalu pandangan  guru itu beralih kepada Ocha, beliau melihat keanehan pada diri Ocha.
“Rica Rechahel, ada apa dengan tubuhmu?” ujarnya membaca nama dada Ocha.
“eeh, nggak papa kok pak ada masalah kecil tadi.” sahutnya tersenyum.
“benar kamu baik-baik saja?” tanyanya lagi.
“benar pak saya baik-baik saja.” Ujar Ocha meyakinkan.
 Akhirnya acara MOS telah ditutup, semua siswa segera berhamburan keluar.
Ocha berdiri di pinggir trotoar menunggu Pak Ujang menjemputnya. Cuaca memang panas, terik matahari membuat wajahnya semakin bersinar. Reval, teman sekelas Ocha berhenti tepat di depan Ocha bersama motor ninjanya.
“Cha, pulang bareng gue yuk!” sahutnya.
“eh, elo Val. Enggak deh makasih gue udah di jemput kok.”
“mana? Udah deh, dari pada lo kepanasan di sini. Tuh liat badan lo kotor gitu. Gue tahu kok lo pasti capek banget gara-gara kejadian tadi. Udah yuk naik.” Ujar Reval sembari membantu Ocha menaiki motornya yang tinggi. Mereka berlalu dari tempat itu dengan kecepatan tinggi.
*************************

            Ocha telah sampai di depan istana yang menjadi tempatnya bernaung bersama kedua orang tuanya. Tepatnya sekitar 6 tahun yang lalu. Dulu, rumah ini selalu ramai dengan teriakan-teriakan Ocha dan kakaknya Riyuki Richahel layaknya anak kecil yang berebut mainan. Dulu, rumah ini selalu dipenuhi dengan rasa cinta dan kasih sayang, namun suasana itu kacau karena sebatas keegoisan dan tidak saling pengertian antara kedua orang tua Ocha. Hingga mereka memutuskan untuk berpisah. Pak Sayuka, papa Ocha yang asli orang Jepang membawa kakaknya untuk tinggal bersamanya. Sementara sang Bu Kinar, tetap bersama Ocha tinggal dirumah yang sangat besar ini. Itu yang selalu membuat Ocha merasa kesepian, rumah besar dan indah layaknya istana ini, hanya di tempati 2 orang beserta pembantu di dalamnya.
“ma, Ocha pulang.” Salam Ocha memasuki rumah itu, namun tak ada jawaban atas seruannya.
“ma, mama? Ocha pulang ma.” Sahutnya lagi sembari menduduki sofa empuk ruang kelurga. Seruan itu kembali tak ada balasan, namun sesosok wanita separuh baya yang memakai daster dengan kain lap di pundaknya datang menghampiri Ocha.
“non Ocha, udah pulang non? Lho, kok baju non Ocha banyak tepungnya gini sih non?” tanya Mbok Na. Seketika, Ocha memandang tubuhnya sejenak. Benar-benar seperti adonan pisang goreng.
“enggak, nggak papa kok mbok, cuma ada masalah kecil tadi. Oh ya mbok, mama kemana?” tanya Ocha. Sejenak Mbok Na terdiam.
“nyonya masih belum pulang non. Katanya sih pulang malam, soalnya nyonya banyak kerjaan di kantor.” Jelas Mbok Na. Setelah berpisah dengan papanya, mama Ocha menjadi tulang punggung keluarga, mama Ocha memiliki perusahaan yang amatlah terkenal di tanah air ini.
Ocha kecewa, lagi-lagi mamanya tak kunjung pulang. Dia rindu suasa 5 tahun silam, dimana ia selalu berkumpul dengan keluarga yang lengkap.
“oh gitu mbok, yaudah deh Ocha mau ke dalem dulu, Ocha capek mbok.” Ujarnya sembari beranjak dari tempat duduknya.
“mau Mbok Na bikinin susu panas non?” tanya Mbok Na.
“boleh mbok.” Balasnya sembari tersenyum.
            Ocha sandarkan punggungnya pada kursi meja belajar sembari menyeruput susu buatan Mbok Na. Tangan kanannya memegang pensil yang ia goreskan pada sebuah kertas putih di hadapannya. Dalam waktu beberapa menit, nampak gambar dua gadis cantik yang bersahaja di bawah pohon sakura. Itulah moment-moment istimewa yang Ocha ingat ketika setahun silam berada di Jepang untuk mengikuti upacara wisuda kakaknya yang telah lulus dari perguruan tinggi kedokteran University Jepang . Ia alihkan pandangannya pada sebuah bunga sakura yang hampir layu. Melihat bunga itu, membuatnya menjadi semakin tenang. Hari semakin malam, Ocha lelah dan terlelap dalam tempat tidur kesayangannya itu.
            Keesokan paginya, Ocha berangkat lebih semangat dari sebelumnya. Dengan balutan seragam putih abu-abu yang baru saja menjadi ciri khasnya sebagai penunjuk bahwa ia telah memasuki masa SMA, dengan rambut yang hanya di kuncir kuda dengan pita bermotif jeruk, ia langkahkan kakinya dengan pasti. Ia yakin, keajaiban selalu muncul ketika kita mau berusaha.
“hai Cha, semangat bener nih hari ini.” tegur Reval di koridor utama.
“iya dong, harus lupain yang kemaren.” Jawabnya tegas.
“bener banget lo.” Sahut Reval, mereka berdua berjalan menuju kelas. Ternyata Naya telah menunggu kedatangan mereka. 
“hai Nay.” Sapa Ocha.
“Ocha, akhirnya lo dateng juga!” Ujarnya cemas.
“lo kenapa sih Nay? Kok keliatannya parno gitu?” tanya Reval.
“tadi, kak Argata nemuin gue, dia tanya soal elo cha.”
“kak Argata? Yang mana tuh?” tanya Ocha.
“astaga Ocha, beneran lo nggak inget? Ato lo lupa ingatan abis kejadian kemaren?” tanya Reval.
“ih, enggak lha Val, tapi gue emang bener-bener nggak tahu.”
“yaudah, satu sekolah ini tahu siapa Argata Ganensha Putra itu. Cuman lo satu-satunya yang cuek bebek sama dia. Nih, dia itu pentolan sekolah ini, yang kemaren ngerjain lo abis-abisan itu Cha.” Jelas Naya panjang lebar.
“oh, cowo rese itu, trus lo jawab?” tanya Ocha santai.
“yaiyalah, dia maksa gue buat ngasih tau nama lo.”
“oh, gitu.” Balas Ocha dengan santai sembari menduduki kursinya.
“lo kok santai banget sih cha? Padahal gue udah jelasin sampe berbusa gini.”
“hehehe, ngapain panik lagi Nay, lo tenang aja deh gue nggak bakalan mati kok. Hehehe.”
“yee, ada-ada aja lo Cha.” Sahut Naya diikuti tawa mereka.
            Bel jam pelajaran pertama berbunyi, Bu Diana memulai pembelajaran tentang biola. Ia menjelaskan tentang unsur-unsur biola beserta tangga nadanya. Ocha menyimak dengan benar apa yang beliau katakana. Sentuhan akhir, Bu Diana meminta Ocha memainkan sebait lagu dengan biolanya. Suara alunan biola memenuhi seisi ruangan, Ocha mainkan sebuah lagu milik Mariah Carey ‘Hero’ dengan indah, hingga sebuah bait ia lantunkan..
There’s a hero
if you look inside your heart
you don’t have to be afraid
of what  you are
There’s an answer
if you reach into your soul
and the sorrow that you know
will melt away
And then the hero comes along
with the strength to carry on
and you cast your fears aside
and you know you can survive
….
Tak terasa lagu yang ia mainkan telah usai, tepuk tangan mengisi seluruh ruangan.
“bagus Rica, untuk pemula permainanmu indah, mantapkan terus permainanmu itu.” ujar bu Diana.
“baik bu, terimakasih.” Sahut Ocha, sembari menuju tempat duduknya.
“gila, permainan lo keren banget Cha, keren deh.” Ujar Naya sembari mengangkat kedua jempolnya.
“iya nih, gue harus les nih ama si Ocha. Hahaha.” Sahut Reval.
“hahaha, ada-ada aja kalian ini.” balas Ocha.
Tanpa mereka sadari, Arga, Rama, dan Dika melihat keadaan itu dari balik kaca ruangan. Mereka sengaja kabur dari kelas foto graphere mereka. Dengan cepat, Arga membidik kejadian-kejadian menarik dari dalam kelas seni yang berhubungan dengan Ocha.
“ga, kita keluar dari kelas cuman gara-gara mau ngambil gambar tuh cewe?” tanya Rama.
“he’em.” Balasnya santai.
“penting banget ya bos? Lo suka ya ama dia, setelah lo kerjain abis-abisan?” tanya Dika.
“gue penasaran ama ni cewe, belum tentu gue suka kan?!.” Jawabnya singkat.
Dari belakang, Pak Rino datang menegur mereka. Sayangnya,hanya Rama dan Dika yang menyadari kedatangannya. Sedangkan Arga, sibuk dengan kameranya. Tiba-tiba, Pak Rino menepuk pundak Arga dari belakang.
“apa?” tanya Arga tanpa pindah dari posisinya, ia berfikir Rama atau Dika yang sedang mengganggunya. Pak Rino menepuk pundaknya lagi.
“apaan sih lo Ram,Ka? Ganggu aja ah!” sambarnya, Arga tetap tak menyadari siapa yang ada di belakangnya. Hingga Pak Rino mulai berdesis. Mendengar desissan Pak Rino, Arga sadar siapa yang ada di belakangnya.
“eh, bapak. Ada apa pak? Gimana kabarnya? Waah, pasti baik kan pak?” sapanya sembari mencium tangan Pak Rino.
“ARGAAA!!!” teriak Pak Rino.
“kabur broo!” ajak Arga pada teman-temannya. Mereka berlari dengan kencang menghindari Pak Rino. Dari dalam, Ocha terheran apa yang sedang dilakukan Arga di depan kelasnya.
            Bel istirahat berdering, semua siswa berhamburan keluar. Ocha dan Naya berjalan dengan santai menuju kantin lantai 2 dekat kelasnya. Ia memesan makanan dan minuman kesukaannya dan menikmatinya dibangku kantin sebelah jendela. Dari balik jendela lantai 2 terlihat jelas lapangan tengah yang luas itu. Ocha terlena dengan keindahan itu, hingga ia tak sadar di depannya telah datang seseorang yang dengan seenaknya melahap makanannya. Ketika ia mengalihkan perhatiannya pada makanan, yang ia temui di depannya adalah Arga. Cowo yang menurutnya rese, dan pembuat onar itu.
“elo!!” teriak Ocha.
“kenapa? kok kaget gitu?” tanya Arga dengan makanan di mulutnya.
“ih, lo rese banget sih, nggak sopan tahu makan makanan orang tanpa permisi!”
“sorry, gue udah keburu laper nih.” Balasnya santai. Melihat itu Ocha hanya bisa menghela nafas. Yang tersisa hanyalah jus yang ada di depannya. Ocha segera mengambil minuman itu. Tapi sebelum minuman itu di ambilnya, Arga berhasil terlebih dahulu mendapatkan jus itu.
“ish, elo ini!” desah Ocha.
“sorry, ternyata abis makan gue jadi haus .” ujarnya.
“iih, lo nyebelin banget sih!” ujar Ocha bangkit dan berlalu dari tempat itu diikuti Naya .
“ga, lo tega banget sih. Anak kelas 1 lho, hahaha.” Sahut Dika.
“iyah, gue tahu kok kalo dia kelas 1. Gue demen aja ngeliat dia kayak gitu. Lucu tahu nggak sih wajahnya. Hahaha.”
“bener-bener tega lo ka!”ucap Rama sembari tersenyum.
            Dengan perasaan yang jengkel Ocha berjalan menuju taman belakang sekolah.
“ih, gue sebel banget tahu Nay, Arga itu rese gue nggak pernah kebayang ketemu cowo kayak dia.” Celoteh Ocha.
“ iya, gue tahu kok Cha gimana perasaan lo, tapi lo tenang dulu deh ya.” Ujar Naya menenangkan. Ocha dan Naya duduki rerumputan di bawah pohon besar yang rindang.
“nay, gue laper. Lo bawa makanan nggak?” tanya Ocha.
“heem, iya nih gue bawa makanan. Gue tahu kok, lo pasti laper. Orang tadi lo baru aja makan sesuap doang.”
“hehehe, lo tahu banget sih nay.” Ujar Ocha sambil membuka dan melahap snack itu.
“abis, gue keburu jengkel ama si Arga, dia nggak bisa berhenti buat ngeganggu gue.”
“sabar ya cha, Tuhan pasti bakalan ngelindungi lo kok.” Ucap Naya.
“yee, emang dia sebuas harimau apa? Hahahahah.”
            Hari demi hari Ocha lewati di SMA ini. Arga dan teman-temannya tak henti-hentinya mengganggu Ocha dan Naya. Namun tetap saja, Ocha tak pernah takut dengan ancamannya. Belum lagi Silvi dan teman-temannya yang membuat Ocha semakin sengsara. Namun, hal yang tidak pernah Ocha sadari, dia berhasil membuat Arga menjadi semakin berubah, walaupun di hadapannya, Arga sangat brutal dan selalu mengganggunya. Ketika Ocha menyebut nama Arga, tak sengaja Silvi mendengarnya, ia merasa ada yang mengganjal dengan Arga dan Ocha. Ia berusaha mengikuti Ocha dan Naya dari belakang.
“Apa sih tujuan Arga hidup?! Kenapa juga dia selalu bikin hidup gue sengsara.” Gerutu Ocha.
“sabar Cha, gue janji gue bakal terus bantuin lo.” Janji Naya. Mendengar nama Arga disebut lagi, Silvi tak sabar menahan diri. Ia segera menghampiri Ocha dan Naya bersama kedua temannya.
“eh, cewe nggak tahu malu!” ujar Silvi. Sontak, Ocha dan Naya terkejut.
“apa maksud lo ngedeketin Arga?!” tanya Silvi lagi.
“apa? Ngedeketin Arga?”tanya Ocha memastikan.
“iya, lo jangan coba-coba ngedeketin Arga kalo lo mau selamat.”  Ujar Neza.
“denger ya kak, gue nggak pernah ngedeketin kak Arga. Dianya aja yang suka bikin masalah sama gue.”
“eh, jangan bilang kalo dia yang suka sama lo!” sahut Silvi.
“Ocha nggak pernah bilang kalo dia suka sama Ocha. Kak Silvi sendiri kan yang bilang, jadi kakak jangan main salahin Ocha dong kak.”
“ih, ni anak nyebelin yah! Gue benci lo Ocha!” Sambar Silvi sembari mengangkat tangannya dan menampar Ocha.  ‘Plaakk’ Tamparan itu mendarat dengan mulus di pipi Ocha. Kepuasan terlihat di wajah Silvi. Ocha hanya terdiam sambil menutupi pipinya yang kesakitan. Semua anak yang berada disekitar itu terperangah melihat argumentasi mereka. Arga, penyebab pertengkaran mereka datang terlambat. Ia tak menyangka Silvi melakukan hal sekejam itu. Arga, Rama, dan Dika mendekati mereka. Beberapa detik kemudian, Ocha jatuh pingsan dalam tangan Rama. Arga terkejut, bekas tamparan itu memerah di pipi Ocha.
“elo! Lihat apa yang udah lo perbuat!” ujar Arga sembari menampar silvi.
“Arga!!” teriak Rama dan Dika. Namun niat itu ia urung kan berkat teman-temannya.
“kali ini lo selamat. gue nggak mau di cap lemah karena ngelawan cewe macem lo!” ucap Arga. Sikap Arga membuat Silvi terkejut dan membuat Silvi dan yang lainnya yakin kalo Arga benar-benar berubah dan menyukai Ocha. Arga segera membalikkan badan dan membopong Ocha ke ruang UKS.
            Di ruang UKS, Ocha berbaring lemah. Mereka berupaya agar Ocha lekas sadar. Naya berupaya mengompres pipi Ocha yang merah itu.
“nay, kenapa bisa gini sih?” tanya Rama.
“gini kak, kak Silvi ngira kalo Ocha ngedeketin kak Arga. Padahal kan, enggak malah..”kata-kata Naya terhenti.
“malah kenapa?” tanya Rama.
“eng..enggak kak.”
“udah lah, jawab aja!” ujar Arka.
“emh, maaf ya kak, malah kak Arga yang ngegangguin Ocha.” Jawab Naya sambil tertunduk malu.
“nah, itu tuh yang bener nay hahaha.” Ujar Dika.
“udah deh ga, lo suka kana ma Ocha? Lo ngerasa dia beda kan?” desah Rama.
“tau ah, gue bingung.” Jawab Arga datar.
Beberapa detik kemudian, Ocha kembali dengan kesadarannya. Dia menatap langit-langit dengan tanda tanya.
“gue, dimana?” desisnya.
“Ocha!” panggil Naya gembira. Seketika Ocha menatap sekitarnya. Dia temui sesosok yang saat ini sangat ia benci. Arga, Cowo yang udah bikin dia sengsara. Sontak Ocha terbangun.
“lo! Ngapain lo disini?!” tanyanya pada Arga.
“sorry, gue nungguin lo.” Jawab Arga. “maafin gue ya Cha.” Lanjutnya.
“guee,, guee.. gue benci ama lo kak!” jawab Ocha memukul bahu Arga sembari berlari keluar dari UKS.
“Ocha!” teriak Naya. Ia segera berlari mengejar Ocha. Ocha kembali menenangkan dirinya di taman belakang sekolah. Naya mendekat.
“Cha, jangan sedih ya.” Ujar Naya memasukkan Ocha dalam pelukannya.
“gue anak baru Nay, tapi kenapa ada aja yang ngebuat mimpi gue berantakan.”
“sabar Cha, gue ngerti perasaan lo. Gue yakin, nggak semua hidup kita di bawah. Ada saatnya kita berbalik diatas. Tuhan punya segudang rencana buat kita cha. Jadi lo tenang aja.” Ujar Naya menenangkan.
“yaudah, sekarang, lo gue anter pulang ato masih mau di sekolah?” lanjut Nya.
“nggak, gue tetep disini aja Nay.”
            Ocha dan Naya menelusuri koridor demi koridor, walau berbagai mata melihatnya dengan tatapan aneh, tapi tak sedikit pun tatapa itu mereka gubris. Tak sengaja membaca tulisan mading, Ocha melihat sebuah pengumuman pementasan seni karya siswa siswi SMA Indonesia International High School. Semua siswa bebas mengikuti dan menampilkan aksinya di pentas ini.
“Nay, ikutan yuk!” sahut Ocha semangat.
“apaan Cha?”
“pensi, coba baca deh!”
“tapi Cha, bukannya ini yang ngatur kakak kelas ya? Pastinya sulit buat ikutan. Apalagi kakak kelas kita kan udah sering punya pementasan sendiri?!”
“iya sih Nay, tapi gue yakin kalo kita berusaha pasti bisa. Kita coba dulu deh?!”
“okey, siapa takut.” Ujar Naya mantap.

******************************
            “Ma, Ocha pulang.” Salam Ocha ketika sampai di rumah, ia berharap dapat bertemu dengan sang mama.
“udah pulang sayang?” tanya Bu Kinar Ocha dari dalam, Ocha sangat bahagia harapannya dapat terkabul, kedatangan beliau dapat membuat hati Ocha terobati. Ia hanya mengangguk dan tersenyum untuk menjawabnya sembari mencium tangan mamanya.
“Ocha, pipi kiri kamu kenapa sayang?”
“oh, enggak ma, nggak papa kok.”
“kok mama nggak percaya sih?” tanya Bu Kinar.
“kalo kali ini mama harus percaya, Ocha baik-baik aja mama, mama nggak usah khawatir ya.” Ucap Ocha sembari memeluk Bu Kinar.
“Oh ya ma, kok tumben mama pulangnya pagi? Ocha seneng deh bisa ketemu mama sepulang sekolah.” lanjutnya.
“iya, maafin mama ya sayang, tapi habis ini mama harus berangkat ke luar kota, ada ‘klaien’ baru yang mau naruh saham di perusahaan mama sayang.” Ucapan Bu Kinar menenggelamkan harapan yang semula menyemangatkannya.
“mama mau ke luar kota? Iya, Ocha ngerti kok ma, Ocha juga udah biasa sendiri, yaudah ma  Ocha mau ke kamar dulu, Ocha capek.” Ucap Ocha lesu dan berlalu menuju kamar.
            Dia hempaskan tubuhnya diatas tempat tidur dambaannya itu. dia selalu merasa tenang dalam kamarnya. Ia pejamkan matanya sejenak, ‘terimakasih Tuhan, walaupun sejenak tapi engkau telah mengizinkan hamba memeluk mama.’ Ucapnya dalam hati, perlahan ia buka matanya. Seketika, ia teringat bunga sakura yang ia ambil setahun yang lalu di Jepang saat musim semi tiba. Ia ambil bunga sakura yang hampir layu itu bersama beberapa foto disampingnya. Ia pandangi foto itu lekat-lekat. Air matapun mengalir di pipinya.
“Andai, papa dan mama nggak pernah cerai, pasti gue nggak bakalan ngerasa sepi. Dan gue nggak perlu jauh-jauh ke Jepang cuman buat nemuin papa.” Ujarnya.
“Pa, andai papa disini, Ocha janji, Ocha bakalan selalu senyum buat papa sama mama. Ocha nggak bakalan bikin mama sama papa sedih. Ocha kangen papa sama mama yang dulu.” Lanjutnya sembari menghapus air matanya. ‘Ocha,Yuki, lihat bunga sakura itu deh sayang. Indah kan? Pasti kalian pengen indah seperti itu. Tapi sayang, bunga sakura itu indah di musim semi, dan gugur  di musim gugur. Tapi tahun depan, mereka akan bersemi lagi sayang. Ocha dan Yuki harus bisa jadi musim semi ya buat semua orang, kalian pasti bisa ngeraih mimpi, asal kalian mau percaya, dan berusaha. Karena usaha keras itu tak akan mungkin mengkhianati sayang. Papa dan mama selalu sayang kalian walaupun nantinya kita tak akan selalu bersama.”ujar Pak Sayuka 8 tahun silam saat musim semi di Jepang. Kata-kata itulah yang selalu terngiang di benaknya. Tak terasa, Ocha telah terlelap dengan balutan seragam putih abu-abu itu.
            Pagi ini Ocha berusaha mengembalikan semangatnya. Ia tak mau merusak hari indahnya ini. Dia langkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah dengan pasti. Ocha sampai di sekolah tepat bersama dengan bunyinya bel jam pertama. Ia segera mengikuti pelajaran pertama itu, tepat pada jam ke dua, terdengar pengumuman untuk seluruh siswa yang akan mengikuti pensi. Ocha, Naya dan beberapa temannya yang mengikuti acara itu segera berkumpul dalam satu ruangan. Terlihat kakak kelas mereka yang jumlahnya sangat banyak. Hampir seluruh peserta diisi para senior. Mereka mulai membagi tugas pemeranan.
“okey, sekarang kita bagi pementasan seni kita. Dalam jadwal, karena yang lebih berpengalaman adalah kelas IX dan IIX, maka pemegang peran adalah mereka, dan untuk kelas X kalian hanyalah menjadi pelengkap di acara ini. Agar nantinya acara ini berlangsung lancar, saya harap kalian semua setuju dengan peraturan ini.” ujar salah satu panitia pelaksanaan pensi.
“gue setuju banget, kalo entar perannya dicampur ama orang yang kayak gitu, bakalan ancur tuh panggung.” Celetuk silvi menyindir.
Ocha tahu, yang silvi maksud adalah dirinya, namun Ocha menganggap itu hanyalah angin lalu saja. Latihan pensi ini di mulai hari ini, perannya memanglah tidak banyak. Bahkan dapat dikatakan tidak penting dalam acara. Padahal, keahlian yang ia miliki melebihi para seniornya. Tapi memang begitulah peraturannya, dia juga belum tahu cara-cara sekolahnya saat menampilkan suatu acara. Ocha selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk acara ini, karena inilah tujuannya memasuki SMA ini, menjadi musim semi bagi semua orang. Latihan untuk pensi ini berlangsung selama 2 minggu sebelum pensi diseleggarakan. Selama itu pula Arga berhenti mengganggu Ocha, ia mengerti impian Ocha saat ini menjadi bintang diatas panggung itu. Kamera yang tak pernah lepas dari lehernya, menjadi diary kegiatan yang di lakukan Ocha. Foto-foto Ocha selalu merubah sikap Arga. Kini Arga berubah semakin baik, setelah bertemu dengan sesosok gadis yang apa adanya.
            Pensi SMA Indonesia International High School segera berlangsung, mereka semua sibuk mempersiapkan diri. Semua senior berdandan secantik mungkin, seistimewa mungkin. Sedangkan Ocha dan teman-temannya, berbalut pakaian kelinci seperti badut untuk memainkan permainan biolanya. Tapi ia tak khawatir, apapun perannya, yang terpenting ia bisa memainkan suatu permainan diatas panggung istimewa itu karena hari ini, sang mama rela meninggalkan pekerjaannya demi untuk melihat penamilan Ocha . Semua peserta berkumpul menjadi satu dalam ruangan belakang panggung. Ocha menduduki salah satu kursi disebelah Silvi dan Naya. Panitia pensi mengarahkan kami sebelum acara dimulai. Lalu mereka berdoa bersama agar acara ini dapat berlangsung dengan lancar. Semua segera beranjak menuju posisi, Ocha mencoba bangkit dari duduknya. Tapi, terasa berat sekali untuk mengangkat tubuhnya, hingga ia meminta bantuan kepada Naya.
“Nay, tolong bantuin gue berdiri dong, berat nih.” Naya berjalan mendekati Ocha.
“masak berat sih Cha? Kok gue enteng-enteng aja ya?” lanjutnya. Naya berusaha menarik tangan Ocha. Tapi hasilnya, Ocha tetap tak bisa bangkit dari tempat itu. Pantatnya serasa lengket dan menempel pada kursi itu.
“Nay, kok lengket sih Nay?!” tanya Ocha mulai panik.
“iya nih Cha, gimana dong? Bentar lagi kita harus masuk cha?!” sahut Naya . dari kejuhan Silvi dan teman-temannya tersenyum sinis melihat kejadian itu. Silvi memang sengaja menaruh lem pada kursi Ocha, ia tak ingin Ocha tampil di hari itu.
“maafin gue Nay, gue udah nggak mungkin lagi ikut acara ini. mending sekarang juga lo keluar ke posisi lo. Gue nggak mau ngerusak acara ini.”
“tapi Cha, gue..”
“gue mohon Nay..” ujar Ocha dengan mata berbinar.
“okey Cha, gue lakuin ini demi lo, gue nggak akan kecewain lo.” Ujar Naya, sembari berlari menuju panggung.
‘Ya Tuhan, mengapa ada saja yang menghalagi mimpi hamba? Tolong hamba ya Tuhan. Ma, maafin Ocha, pasti sekarang mama kecewa sama Ocha, maafin Ocha ma.’ desahnya dalam hati. Arga datang dengan tiba-tiba mengejutkannya.
“Ocha, kenapa lo nggak keluar?” tanya Arga.
“kak Arga! Kak, plis bantuin gue lepas dari kursi ini. Gue nggak tahu kenapa tiba-tiba kursi ini jadi lengket.” Ujar Ocha.
“kok, aneh sih. Kayaknya gue tahu deh siapa yang ngelakuin ini. sekarang lo coba berdiri, gue bantu buat ngelepas tuh kursi.” Dengan perjuangan sekuat tenaga, akhirnya kursi itu dapat terlepas dari pantat Ocha. Tak kuasa meluapkan rasa bahagia, Ocha berdiri sembari memeluk Arga.
“makasih ya kak, gue nggak tahu kalo nggak ada lo gue harus gimana. Makasih kaak.” Ujar Ocha. Arga tak percaya apa yang ia rasakan saat ini.
“iya sama-sama.” Arga membalas pelukan itu. “sekarang lo mau kan naik ke panggung?” lanjut Arga.
“enggak kak, gue nggak mau ngancurin pertunjukan ini. Walaupun itu salah satu impian gue.” Ujar Ocha tersenyum kecut.
“jangan pernah hancurkan mimpi itu, tapi kalo emang itu keputusan lo, gue yakin, Tuhan mempunyai rencana lain yang lebih indah dari itu.” Ucap Arga, yang membuat Ocha tak percaya dengan sikap manis Arga. Kata-kata itu menciptakan  segurat senyuman di bibir Ocha.
            Arga mengajak Ocha menuju bangku penonton untuk melihat pertunjukkan itu. Ternyata Arga telah mengetahui usaha Silvi menghancurkan mimpi Ocha. Arga pun menukar sepatu Silvi dengan sepatu yang berukuran lebih kecil, sehingga beberapa kali adegan Silvi terjatuh di panggung sangat nampak, dan hal itu membuat pipi Silvi menjadi memerah. Ocha melihat bangku penonton dengan gelisah, seketika ia melihat mamanya berdiri yang terlihat sibuk mencari anaknya.
“kak, maaf gue harus pergi dulu,” ucap Ocha sambil berlalu maninggalkan Arga, mungkin kata-kata Ocha tak sampai ke telinga Arga. Ocha segera berlari menuju Bu Kinar.
“mama..” panggilnya.
“Ocha, kenapa kamu disini?” tanya Bu Kinar sembari memeluk Ocha.
“maafin Ocha ya ma, Ocha udah ngecewain mama, Ocha udah nggak bisa tampil, kecelakaan kecil yang ngebuat Ocha batal tampil, maafin Ocha ma.”  Ujar Ocha.
“iya sayang, kamu gak boleh nangis. Ocha kan hebat, mama nggak mau liat Ocha nangis lagi. Mama nggak papa kok selama Ocha baik-baik aja.” Ucap Bu Kinar penuh kasih sayang.
***********************************
            Ocha mulai menulis ‘kapan pun saat memikirkanmu bisa bertemu kebetulan itu hanya sekali dalam hidup ku percaya keajaiban.  Kapanpun saat memikirkanmuaku pun bersyukur kepada tuhan saat ku toleh ke belakang  ujung kekekalan’ itulah tulisan yang mewakili isi hatinya saat ini. Dia tak menyangka, cowo sekasar Arga, bisa bersikap semanis itu. Dia juga tak menyangka kemarin dia sangat merasa bahagia di dekat Arga, tanpa merasa terganggu seperti sebelumnya. Semua orang berhak berubah, asal itu bisa membuatnya lebih baik. Dia akan selalu percaya akan datangnya keajaiban itu.
            Ocha memulai paginya dengan semangat yang tak kalah dari sebelumnya. Keceriaannya kembali, walau tak seceria dahulu. Naya menyambut Ocha dengan semangat.
“OCHAAAAA!!!” teriaknya sambil nyengir kuda.
“Nayaaa??!! Kok lo teriak-teriak sih Nay? Gue nggak budek tauk?!”
“hahaha, ya maap. Eh ya, entar pulang sekolah jangan pulang dulu yah! Ada rencana buat lo.”
“rencana? Rencana apaan sih? Udah deh liat aja nanti.” Ujar Naya.
“ih, Naya main tebak-tebakan iih.”
Ocha menunggu jam pulang dengan gelisah. Ia dibuat penasaran oleh Naya. Hingga ia mulai menghitung mundur untuk bel pulang sekolah. Ketika bel itu berbunyi, tak berhenti-berhenti Ocha mendesah Naya.
“Nay, ada apaan sih gue penasaran niiih!” desah Ocha.
“iya Ochaaa jangan keburu napa?! Gini yah, lo inget nggak apa impian lo setelah lo liat pensi kemaren?” tanya Naya. Spontan Ocha mengangguk.
“apa coba?” tanya Naya lagi.
Ocha mulai memejamkan mata. “impian gue, punya panggung sendiri seperti panggung pertunjukkan kakak kelas kita.”
“nah, kita akan wujudtin itu cha.” Sambar Naya.
“gimana caranya?”
“nah, maka dari itu gu  sama temen-temen yang lain udah ngebentuk tim buat acara perfom kita. Kita bakalan tunjukkin kalo kita bisa.”
“woow, kenapa lo nggak bilang dari awal sama gue Nay?”
“surprise buat lo Cha. Yaudah yuk latihan, kita udah ditunggu temen-temen yang lain.” Ujar Naya.
“sekarang Nay?” tanya Ocha tak percaya.
“kagak, tahun depan. Ya sekarang ya Ochaa.” Sahut Naya sembari mencubit pipi Ocha.
Mereka berdua berjalan menuju ruang latihan, memori itu berhasil diabadikan oleh Arga,Rama dan Dika sebagai sisa photo graphere. Mereka juga ikut bekerja sama mendekorasi panggung tanpa sepengetahuan Ocha. Ocha dan teman-temannya berlatih dengan sungguh-sungguh dan ketat. Semua tenaga mereka kerahkan demi satu impian dan satu tujuan yang sama. Ocha ingin, mamanya dapat melihat dirinya di panggung yang megah itu. Semua moment Arga kumpulkan, mulai dari latihan, persiapan, hingga tugas Arga, Rama dan Dika pun tercantum dalam dokumen itu. Mereka lakukan kegiatan ini terus menerus selama 3 minggu. Segudang rencana akan mereka cetak. Hari ini, mereka semua mengadakan gladi bersih dengan menggunakan pentas. Mereka dibuat terpukau dengan panggung yang mewah ini, panggung yang semula sederhana menjadi sangat istimewa di tanga Arga dan teman-temannya. Terutama Ocha, dia tak menyangka Arga rela melakukan hal semacam ini. Semua itu membuat latihan terakhir ini menjadi semakin semangat. Mereka tak sabar untuk menunggu hari esok.
Hingga tiba saatnya perjuangan mereka telah sampai di puncaknya. Bersama-sama mereka berkumpul menyiapkan semua peralatan yang mereka butuhnya. Tapi, tak terlihat Ocha disana, semua orang panik melihat Ocha tak ada disana. Naya dan yang lainnya berusaha menghubunginya, tapi tak ada satupun balasan dari Ocha.
            “nggak bisa lebih cepat lagi ya pak?” tanya Ocha pada Pak Ujang.
“ini udah cepet non, lagian di depan macet.” Jawab Pak Ujang.Ocha tak mau mimpinya hancur lagi, ia tak mau mengecewakan banyak orang, ia segera keluar dari mobil dan berlari melewati kerumunan pengendara itu.
“Pak, Ocha jalan kaki aja deh pak.” Ujar Ocha sembari berlari.
“tapi non..” kata-kata Pak Ujang terputus, ia tak bisa menghalangi Ocha untuk pergi. Ocha berlari sekuat tenaga di bawah teriknya matahari. Hingga beberapa kali ia tersungkur jatuh, dia teringat akan perjuangannya demi show ini. Dia bangkit dan terus berlari, semua itu tak menghentikan tekadnya. 15 menit kemudian Ocha berhasil sampai di gedung sekolah itu, dia terus berlari ke ruang make-up. Naya, Arga dan yang lainnya lega dengan kedatangan Ocha. Karena tanpa Ocha, acara ini tak akan berlangsung.
“OCHAAA!!” teriak semua yang ada di ruangan itu. Ocha menghentikan langkahnya dengan nafasnya yang tersengal-sengal. Senyuman kelegaan terbersit di wajah Ocha.
“akhirnya lo datang juga Cha.” Ujar Naya.
“maafin gue temen-temen, jalanan macet dan akhirnya gue putusin buat lari ke sekolah.”
“ya ampun Cha, lo nekat banget.” Ujar salah satu teman Ocha.
“iya, acaranya kan bisa di tunda sampe lo datang.” Ujar yang lainnya.
“iya cha..” semua berkata demikian.
“enggak temen-temen, gue nggak akan biarin impian kita lenyap. Gue nggak mau ngecewain kalian” Ujarnya penuh semangat.
“yaudah sekarang lo mandi dulu gih Cha, baru make-up liat keringet lo.” Ujar Naya.
“hehehe iya Nay, gue mandi dulu yah.” Sahut Ocha.
Kini Ocha telah siap dengan balutan kostum dress senada dengan rambut panjangnya yang tergerai indah dengan pita biru di rambutnya, yang membuat mereka semakin terlihat kompak. Ocha terlihat cantik memakai itu, ia sangat terlihat bahagia tanpa beban. Arga sangat senang melihat senyuman murni Ocha. Melihat Arga, Ocha mendekatinya.
“hai kak.” Sapa Ocha dengan senyuman manisnya.
“hai Cha.” Balas Arga.
“makasih ya kak, gue nggak pernah nyangka kalo bakalan gini jadinya.”
“iya sama-sama, gue selalu seneng kalo liat senyuman lo yang kayak gini.”
“makasih kak, gue nggak tahu harus gimana ngeblesnya.”
“cukup lo brediri di atas panggung itu, dan jadilah musim semi bagi semua orang.” Ucap Arga dengan senyuman manisnya. Mendengar kata-kata itu sontak mata Ocha terbelalak lebar.
“lo, tahu kata-kata itu dari mana?” tanya Ocha penasaran.
“panjang deh ceritanya. Dan jangan panggil gue Arga kalo nggak tahu semua tentang orang yang gue sayang. Udah ah siap-siap sana, bentar lagi acara gue buka.” Sahutnya mengacak-acak rambut Ocha sembari berlalu. Ocha hanya tertegun mendengar kata-kata itu. ‘orang yang gue sayang. Maksudnya?’ desis Ocha.
Tak mau membuang waktu, ia segera bergabung bersama teman-temannya. Kini acara telah dibuka. Dengan Arga, Rama dan Dika sebagai pembawa acara.
“baiklah pemirsa, inilah penampilan dari SMA IIHS ‘Sonichi’ !!!”
Mereka membentuk farmasi. Sorotan lampu menyorot dengan indahnya. Terlihat bangku penonton tak satupun yang kosong, semua terisi penuh. Semua siswa menonton, bahkan orang luar pun masuk demi melihat pertunjukkan itu. Musik, mulai terdengar di ruangan itu. Gerakan-gerakan indah muncul dari tubuh mereka. Foto-foto mereka yang diabadian Arga terpampang di balik layar panggung. Kelincahan, kekompakkan menimbulkan kesan tersendiri dalam diri mereka. Mereka mulai melantunkan lagu..
Aku berdiri di atas
Panggung yang selalu ku dambakan
Di tengah eluan
Tepuk tangan dan juga semangat
Dengan latihan yang ketat
Ku lampaui dinding diriku
Sambut hari ini
Tirai kesempatan pun terbuka
Aku pun tidak menari sendiri
Ada hari ku nangis di jalan pulang
Aku bernyanyi tanpa berpikir
Ada hariku hilang percaya diri
Selalu sainganku terlihat seolah bersinar

Impian ada di tengah peluh
Bagai bunga yang mekar secara perlahan
Usaha keras itu tak akan mengkhianati
Impian ada di tengah peluh
Selalu menunggu agar ia menguncup
Suatu hari pasti sampai harapan terkabul
Lampu sorot yang ternyata
Begitu terang seperti ini
Bagai malam panjang
Menjadi fajar mentari pagi
Sudah pasti aku tidak
Mau kalah dari kakak kelasku
Kami ingin buat
Show diri kami sendiri
Impian setelah air mata
Bunga senyuman setelah tangis berhenti
Wujudkan terus usaha keras pun akan mekar
Impian setelah air mata
Ku percaya takkan kalah dari angin hujan
Sampai doaku mencapai langit cerah
            Dengan semangat itu mereka berhasil menciptakan show mereka sendiri dengan sangat indah dan menakjubkan. Tepuk tangan mengisi seisi ruangan. Mereka semua dibuat kagum oleh penampilan mereka. Setelah penampilan mereka, Ocha mempersembahkan sebuah lagu yang ia tulis sendiri yang berjudul My Spring’. Iringan musik mulai mengisi panggung, dengan penuh penghayatan, ia pejamkan mata dan memulai melantunkan lagu itu.
Debur ombak menggulung keramaian
menarik daun ke dasar laut
menggabungkan rasa cinta yang telah sirna
seiring waktu ku berjalan
di atas awan melayang mendamba
berlari sekuat tenaga
karna tak kan ku biarkan mimpi itu lenyap
Musim semiku
the summer that I hope
lost because of the autumn
but next year I will face it
to take sakura flowers
for the peace of my dream ..
for the peace of my dream ..
Air mata mengalir di pipi Ocha ketika melantunkan bait-bait lagu itu. Ia sangat berharap semua orang yang ia sayang dapat berkumpul untuk menyaksikan permainannya. Tepuk tangan menggelegar dalam gedung untuk Ocha, semua orang ia buat kagum dengan permainannya. Ocha menatap haru sekelilingnya, kini ia benar-benar berdiri dalam panggung yang sangat indah berkat usahanya bersama teman-temannya. Ia tak percaya ini benar-benar terjadi. Mereka berhasil mempersembahkan berbagai lagu untuk penonton, hingga sentuhan akhir, Ocha dikejutkan dengan kedatangan sang papa yang rela datang jauh-jauh dari Jepang.
“di balik keindahan panggung ini, kita mempunyai kejutan buat salah satu member dari SMA IIHS ini. Ini dia kejutannya.” Ujar Rama sebagai pembawa acara. Tiba-tiba, sesosok pria tinggi dan wanita yang sama-sama separuh baya datang menaiki panggung sambil membawa rangkaian bunga sakura, dan diikuti oleh gadis cantik dengan postur tinggi yang memakai gaun berwarnakan pink,  mereka adalah orang tua dan  kakak Ocha. Ocha terkejut melihat kedatangan mereka. Ia tak percaya mereka datang, keharuan menyelimuti mereka. Ocha tak sanggup menahan harunya, air mata pun mengalir membasahi pipi manisnya.
“papa.. mama..kakak” ujar Ocha berlari memeluk mereka.
“Ocha nggak nyangka kalian datang kesini. Makasih ya ma, pa, kak.” ucap Ocha, air matapun tak mampu ia bendung.
“kamu ingat kan papa pernah bilang sama kamu. Walaupun kita berpisah, papa dan mama akan selalu menyayangimu sayang.” Ucap Pak Sayuka papa Ocha.
“makasih ma, pa.” ucap Ocha lagi. Lalu, ia beralih memeluk Riyuki kakaknya.
“kakak, makasih udah mau datang kak. Ocha kangen kakak, I love you so much kak.” Ujar Ocha.
“iya, sama-sama Cha, I love you to.” Balas Riyuka.
“Ocha, hari ini papa datang khusus membawa mama dan kamu untuk tinggal di Jepang, papa sadar papa yang salah. Papa terlalu egois, maka dari itu papa ingin memperbaiki hubungan kita membawa kalian ke Jepang.” Ucap Pak Sayuka. Mata Ocha terbelalak mendengarnya, dari kejauhan Arga berdoa supaya Ocha tak meninggalkannya.
“maaf pa, tapi Ocha masih ingin tinggal di Indonesia, walupun impian Ocha bisa tinggal di Jepang, tapi Ocha nggak akan pernah bisa ninggalin rumah Ocha sendiri, Indonesia. Dan Ocha nggak bisa ninggalin temen-temen Ocha yang sangat Ocha sayangi.” Jawabnya.
Pak Sayuki mengerti apa yang dimaksud putrid bungsunya itu.
“tahu nggak siapa yang nyuruh kita datang kesini? Arga yang minta papa dan aku terbang dari Jepang ke Indonesia buat lihat show kalian yang megah ini.” Ujar Riyuki dengan nada yang separuh Jepang itu. Ocha terkejut dengan ucapan Riyuka. Ia alihkan pandangannya kepada Arga. Lalu Arga membalasnya dengan senyuman sembari menghamirinya. Arga membawa Ocha ketengah-tengah panggung sambil memegang kedua tangannya. Sebuah bait lagu ia lantunkan untuk Ocha.
cintaku bukanlah cinta biasa
jika kamu yang memiliki
dan kamu yang temaniku seumur hidupku
“Ocha, gue sayang sama lo, gue nggak tahu mulai kapan rasa sayang gue muncul. Yang jelas, jangan pernah raguin rasa sayang gue. Lo mau nggak jadi pacar gue?” semua orang terdiam mendengarkannya. Ocha pun terkejut, ia tak pernah membayangkan semua berakhir indah seperti ini. Spontan dia mengangguk, dia tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun, karena lidahnya telah kelu. Melihat anggukan Ocha, Arga menarik Ocha dalam pelukannya . Tepuk tangan mengakhiri semua itu. Semua orang pun bahagia dan terharu melihat kejadian ini. air matapun satu persatu menetes dipipi mereka.
Ini menjadi sejarah baru di SMA Indonesia Internasional High School. Seorang murid baru dapat menciptakan sebuah panggung yang tak kalah hebat dari para seniornya. Itulah mimpi yang dapat kita raih dengan usaha keras kita.

‘ketika kegagalan itu datang percayalah, itu bukan akhir dari semuanya. Ketika mimpimu terhalangi, jangan pernah anggap mimpimu telah lenyap, karena mimpi yang sesungguhnya akan lebih indah dari apa yang kau bayangkan.’
TAMAT

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RS. UMM & Masjid KH. Bedjo Darmoleksono

  RS UMM Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang mulai dibangun pada tahun 2009 di Jl.Raya Tlogomas No.45 Malang Jawa Timur. Rumah sakit Universitas Muhammadiyah Malang ini diresmikan pada tanggal 17 Agustus 2013 yang bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68. Persis ya dengan simbol UMM merah putih. Rumah sakit ini merupakan sarana penunjang pendidikan dan merupakan salah satu profit center dari Universitas Muhammadiyah Malang lhoo.  Lokasi rumah sakit ini nggak jauh dari Kampus 3 Universitas Muhammadiyah Malang, tepatnya di sebelah timur terminal Landungsari. Berdiri diatas tanah seluas 9 hektare dan memiliki bangunan utama setinggi 6 lantai dan beberapa bangunan gedung penunjang setinggi 5 lantai dan gedung rawat inap setinggi 3 lantai. Bentuk bangunan rumah sakit dan masjid dengan karakter tiongkok membuah rumah sakit ini mudah dikenali. Nggak kebayang kan gimana megahnya hehe. 

UMM BOOK STORE

Hallo readers, lagi lagi Laras mau bahas tentang UMM nih. Kali ini Laras akan perkenalkan kepada kalian UMM Bookstore. Yeeeeeey...   UMM bookstore ini bertempat di Jl. Raya Tlogomas no.246 Malang. Luas Bangunan kurang lebih 2.500 m 2 . Bookstore UMM diresmikan pada tanggal 21 Agustus 2005. Sebagai salah satu unit bisnis Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam masa beroperasi Bookstore UMM telah mengalami perkembangan dari berbagai sisi meskipun dalam masa perkembangannya masih terdapat banyak kekurangan. Beberapa kendala yang dirasakan begitu mempengaruhi kinerja Bookstore UMM sejak beroperasi selama kurang lebih 4 tahun 4 bulan. Kendala tersebut masih dirasakan sampai sekarang misalnya jumlah mobilitas penjualan yang rendah.

HOTEL Inn Universitas Muhammadiyah Malang

Hai readers, laras mau ngasih tau nih kalo UMM Inn adalah hotel pendidikan pertama di Malang lhooo keren kaaan wiih. Tapi, meskipun hotel ini hotel pendidikan yang didirikan oleh UMM, bukan berarti yang boleh menginap hanya mahasiswa UMM aja, Hotel Inn UMM ini juga dibuka untuk umum lho. UMMHotel ini berada 3 mil dari pusat kota Malang dan dekat dengan Kota Batu tepatnya di Jalan Raya Sengkaling No. 1, Mulyoagung, Dau, Malang. So, letaknya strategis banget kan. Hotel ini juga merupakan tempat sempurna untuk pertemuan, konferensi, dan seminar sekaligus menyediakan pelayanan yang mudah bagi kebutuhan berbagai tema pesta yang sesuai dengan kebutuhan. Emmm multi fungsi banget kan… Pengunjung akan bisa menikmati perpaduan nuansa elegan yang bercitarasa modern, nyaman, dan bernuansa klasik dari 40 ruang tamu dan suite yang unik. Kereen deh pokokknya ni hotel, dijamin readers   akan menemukan perbedaan yang membuat UMM Inn menjadi pilihan favorit di antara hotel-hotel di Batu dan Malang.